Menikah adalah hak setiap individu. Tetapi pernikahan yang dilakukan di usia dini (kurang dari usia 20 tahun) berisiko buruk, baik secara medis atau pun psikologis. Sayangnya, pernikahan di usia muda adalah kenyataan di dunia, termasuk di Indonesia.
Di beberapa negara, praktek pernikahan di bawah umur sudah menjadi "budaya". Salah satunya di Bangladesh. Bakul, seorang remaja berusia 17 tahun dari Dhaka sudah dua tahun menikah dan kini memiliki bayi berusia 8 bulan yang ia beri nama Jui.
Saat usianya 15 tahun, Bakul dipaksa menikah dengan seorang tukang becak bernama Romy. "Mereka (orangtua) bilang akan bunuh diri jika aku tak mau kawin dengannya," katanya.
Setelah menikah, Bakul mengalami kehidupan yang keras. Ia dipaksa meninggalkan bangku sekolah dan harus tinggal di rumah untuk melakukan pekerjaan domestik dan mengurus anak.
Setelah menikah, sang suami ternyata mulai memperlihatkan sifat aslinya. Ia sering meninggalkan anak istrinya dan hanya memberi nafkah 400 taka (sekitar Rp 58.000) per bulan.
"Dia menghabiskan lebih banyak uang dibanding pendapatannya, dan biasanya dia tidak memberi saya uang. Sebagian besar uang bulanan habis untuk makanan. Saya benar-benar menyesal menikah muda karena saya kehilangan banyak kebebasan," katanya.
Bakul, bukan satu-satunya anggota keluarga yang dipaksa menikah muda. Ibunya, Nashima menikah pada usia 13 tahun. Ia melahirkan Bakul pada usia 16 tahun.
"Saya masih sangat muda dan tidak tahu suami saya, jadi saya takut padanya. Saya tidak tahu apa artinya punya suami," ujar Nashima.
Bakul dan ibunya, bukan satu-satunya remaja putri yang dipaksa meninggalkan indahnya dunia remaja karena harus menikah.
Dua puluh persen anak perempuan di Bangladesh menikah sebelum usia 15 tahun dan 66 persen menikah sebelum usia 18 tahun.
"Penyebab pernikahan anak di Bangladesh sangatlah kompleks dan bervariasi. Namun praktek ini didorong dengan oleh adanya anggapan bahwa anak laki-laki lebih bernilai dari anak perempuan. Selain itu kemiskinan juga memengaruhi hal ini. Keluarga miskin menikahkan anak perempuan mereka sejak muda karena tekanan ekonomi dalam keluarga, dan semakin muda gadis ini dinikahkan maka mas kawinnya akan lebih murah," kata Kanwal Ahluwalia, Gender Adviser di Children Charity Plan Inggris.
Pernikahan dini juga menjadi senjata untuk mengontrol seksualitas perempuan. Ini juga dilakukan untuk mencegah perempuan menikah di luar perjodohan.
Menurut data UNICEF, ada beberapa negara yang memiliki tingkat pernikahan anak paling tinggi. Yaitu:
1. Nigeria, 75 persen
2. Chad, 68 persen
3. Republik Afrika Tengah, 68 persen
4. Bangladesh,66 persen
5. Guinea, 63 persen
6. Mozambik, 56 persen
7. Mali, 55 persen
8. Burkina Faso, 52 persen
9. Sudan Selatan, 52 persen
10. Malawi, 50 persen
11. Madagaskar, 48 persen
12. Eritrea,47 persen
13. India, 47 persen
14. Somalia, 45 persen
15. Sierra Leone, 44 persen
16. Zambia, 42 persen
17. Republik Dominika, 41 persen
18. Etiopia, 41 persen
19. Nepal, 41 persen
Labels:
Berita
Thanks for reading Jutaan Perempuan di Dunia Dipaksa Jalani Pernikahan Dini. Please share...!
0 Comment for "Jutaan Perempuan di Dunia Dipaksa Jalani Pernikahan Dini"