Di Korea Selatan, Jodoh (juga) di Tangan Pemerintah

Di banyak negara, orangtua banyak yang ikut campur dengan urusan perjodohan. Tapi di Korea Selatan, pemerintah pun turun tangan.

Ide ini bermula tiga tahun lalu, ketika Pemerintah punya ide pesta yang mempertemukan para lajang supaya mereka segera berniat menikah. Pemerintah merasa perlu turun tangan di urusan perjodohan lantaran di negeri ini hanya ada 1.15 kelahiran per satu perempuan – angka terendah di antara negara-negara paling maju di dunia. Penyebab utamanya adalah makin banyak anak muda yang menunda menikah – karena gaji yang bagus atau sekadar lebih pemilih.


Pada 2011, perempuan Korea Selatan rata-rata menikah di usia 29 tahun – padahal satu dekade sebelumnya, perempuan banyak menikah di usia 24 tahun. Sementara untuk laki-laki, kebanyakan menikah di usia 31 tahun, berbeda dengan satu dekade sebelumnya yaitu di usia 27 tahun.

Pesta lajang yang disponsori pemerintah ini pertama digelar pada tahun 2010. Pada tahun itu saja, ada 4 pesta dihelat, dihadiri pegawai kementerian juga perusahaan – yang semuanya masih lajang. Di pesta ini, sang penggagas pesta, Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Cheon Jae-hee berhasil mempertemukan satu pasangan. Sang menteri pula lah yang meresmikan pernikahan pasangan pertama itu.

Sebelum masa pesta lajang ala Pemerintah, sampai tahun 1980-an anak muda Korea Selatan lebih mengandalkan keluarga untuk menemukan pasangan. Kalau di Jawa mengenal istilah bibit, bobot, bebet maka di Korea Selatan yang jadi ‘kuncian’ adalah tanggal lahir dan status keluarga. Informasi ini lantas disetor kepada peramal yang akan memprediksi apakah pasangan ini cocko atau tidak. Secara tradisi, banyak orang Korea Selatan yang memilih dijodohkan keluarga ketimbang harus memulai hubungan dengan orang yang tak mereka ketahui asal usulnya.

Kini tak hanya Pemerintah yang berusaha jadi mak comblang, tapi juga banyak perusahaan. Di negeri ini sempat berlaku pakem dilarang menikah dengan rekan kerja, kini perusahaan bahkan rela membayari karyawannya berkencan.

Belum ada catatan resmi soal dampak konkrit pesta lajang ini terhadap kenaikan jumlah kelahiran. Tapi Pemerintah setempat tampaknya bakal sangat serius soal ini. Menurut data pemerintah, hampir sepertiga penduduknya bakal berusia 65 tahun atau lebih pada 2040. Artinya: Korea Selatan bakal mengalami krisis tenaga kerja yang mengancam pertumbuhan penduduk jika anak-anak mudanya dibiarkan menunda pernikahan.
Labels: Berita, Budaya

Thanks for reading Di Korea Selatan, Jodoh (juga) di Tangan Pemerintah. Please share...!

0 Comment for "Di Korea Selatan, Jodoh (juga) di Tangan Pemerintah"

Back To Top